Wanna search something?

Sunday, January 07, 2018

Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2

Ini adalah bagian kedua dari cerita magangku, keep scrolling, ada kejutan di bawah!๐Ÿ˜‰

Selasa, 26 Desember 2017
Hari-hari inilah kami mulai bangun siang. Pukul 5 pagi kami baru bergerak hehe. Seperti biasa kami berbagi tugas di Balai dan Taman Biota. Selepas itu kami mulai menanam propagul ke polybag yang sudah diisi pasir hingga menjelang siang. Setelah itu kami kembali ke mess dan lebih memilih tidur untuk memulihkan sisa capai melaut kemarin. Sorenya baru kami mulai berkegiatan lagi.
Menanam propagul ke polybag
          Sore itu kami ke padang lamun di utara pulau. Kondisi lamun di pulau Harapan agaknya memang memprihatinkan. Kata Pak Yo maupun Pak Sapei, lamun belum sama sekali dimanfaatkan di pulau ini. Keadaannya pun tertutup sedimen sehingga warnanya tidak hijau melainkan agak kemerahan. Lokasi padang lamun yang dekat dengan aktivitas limbah rumah tangga membuat lamun tidak bisa tumbuh dengan maksimal. Rata-rata tinggi lamun hanya 10 – 15cm dan hanya ada beberapa jenis yang didominasi oleh Thalassia sp. Kami mulai mencari presentase tutupan lamun dengan memilih 3 stasiun dengan 11 titik tiap stasiun. Panjang tiap stasiun adalah 50 meter dan jarak antar stasiun adalah 25 meter. Presentase tutupan lamun dihitung menggunakan kuadran plot dan patokan gambar presentase tutupan, mirip seperti praktikum lapangan Biologi Laut yang pernah kami lakukan.

Kondisi utara pulau
Lamun yang tertutup sedimen
3 stasiun diselesaikan hingga jam 17.30. selanjutnya kami melakukan rutinitas, oke sebenarnya yang paling senang dengan rutinitas ini adalah aku dan Sekar, yaitu jajan di taman terpadu dermaga. Sore itu pak-pak gorengan orang Ngawi tidak ada, yang ada hanya penjual Cilung alias aci digulung. Ya sudah aku beli es degan saja. Es degan yang cukup unik sebenarnya karena lebih pantas disebut es kopyor karena rasanya lebih mirip sun kara dan tidak ada degan yang seperti dibayangkan. Setiap sore seperti ini, uang Rp10.000 pasti bablas.

Ini penjual es degan rasa es kopyor
Ngobrol sama bapak penjual batagor ikan asli Kebumen, Naila dengan cilungnya

Rabu, 27 Desember 2017
Well, bisa dibilang makin hari semakin gabut. Pagi ini kelompok mangrove yang dapat giliran di Taman Biota. Halaman Taman Biota sudah bersih namun si Bang Gogo baru datang jam 7 lebih. “Hayo, pasti baru bangun ya bang?”, tanyaku yang ia jawab, “Hehehe iya,”. Rutinitas di Taman Biota terdiri dari menyapu, memberi makan si penyu dan lobster, baru selanjutnya membersihkan kolam tempat hidupnya. Penyu yang ada di Taman Biota ada 2 jenis yaitu penyu hijau dan penyu sisik. Perbedaannnya bisa dilihat dari pola pada tempurungnya. Penyu-penyu ini diberi makan ikan selar yang sebelumnya harus dithawing dulu ke laut. Kolam penyu besar terdiri dari dua penyu yang tersuspect laki-laki dan perempuan. Usia penyunya 19 tahun, seumuran dengan kami, tetapi lebih muda dari Fazarani HAHAHA. Lalu, kolam penyu ababil isinya ada 2 ekor penyu yang usianya 2 tahun. Penyu yang 1 warnanya putih yang paling sensitive tapi paling disayang sama Fazarani. Selanjutnya kolam penyu anak-anak isinya ada 6 penyu usia 6 bulan. Ada 1 penyu paling cantik jenisnya penyu hijau, kesayangan si Fazarani juga. Fazarani penyayang penyu, maklum kalau daritadi disebut (HAHAHA SEMUA PENYU UDAH DIAJAK POTO AMA DIA GENGS, OIYA KECUALI PAPA MAMA PENYU, MANA KUAT DIA). Kolam terakhir isinya lobster. Ada 3 lobster jenisnya lobster bamboo. Kepiting juga ada, keongnya juga ada, koleksinya Bang Gogo kalau yang itu. Penyu papa mama dan penyu ababil diberi makan tinggal dilempar ikan ke kolam sedangkan untuk penyu anak harus dipotong-potong dahulu. Si lobster malah harus dibuat fillet sebelum diberikan. Kalau yang memberi makan harus dimasak dulu ikannya hw3h3h3. Setelah breakfast selesai, maka kolam dibersihkan dengan dikuras lalu digosok dinding dan lantainya. Penyu-penyu juga ikut mandi dengan digosok pakai sikat dan sikat gigi. Selesai semua bersih, air diisi kembali. Oiya, pakai air laut yang fresh langsung dipompa. Kemudian kami say goodbye dengan Bang Gogo dan kembali ke mess, mengerjakan laporan yang mulai mendekat. 

Rani menggosok badan penyu bagian bawah. Btw yang dibawa itu mama penyu.
Sore seperti kemarin, kami nyeblung ke laut lagi. Masih mencari lamun, tetapi di sebelah selatan pulau. Kondisi lamun di selatan pulau sedikit lebih hijau daripada yang sebelah utara. Aktivitas manusia tidak sebanyak di sebelah utara yang notabene dekat dengan dermaga dan lebih banyak rumah yang ada disebelah sana. Kami melakukan hal yang sama seperti kemarin. Setelah selesai, kami melakukan rutinitas ke taman terpadu dermaga beli gorengan sekalian ingin mencari lauk di sana. Well, finally kami bosan juga dengan telur asin dan abon yang kami bawa.

Lamun di selatan pulau berlatar belakang pembangunan sekolah besar-besaran di Pulau Harapan

Kamis, 28 Desember 2017
Hari ini tidak ada agenda dari Pak Pei karena data-data yang sudah kami butuhkan telah terpenuhi. Sehabis rutinitas pagi aku dan Sekar pergi keliling Pulau Harapan untuk melengkapi data-data dan dokumentasi mangrove yang belum sempat tertulis saat kami keliling pertama bersama Pak Pei. Udara yang panas menghentikan aku dan Sekar sejenak membeli es. Kulit muka kami sedang puncak-puncaknya mengelupas. Oh sungguh betapa mbladusnya kami setelah melaut.
Siang itu kami pergi jalan-jalan ke pulau sebelah. Selagi masih di Pulau Seribu kan. Pulau Harapan sendiri menyatu dengan Pulau Kelapa, ada jalan yang menghubungkan dua pulau ini. Kami berjalan cukup jauh menuju Kelapa. Sampai di Kelapa, kami menuju dermaga Kongsi untuk selanjutnya menyeberang ke Pulau Kelapa Dua. Ojek kapal seharga Rp2.500 mengantarkan kami ke Kelapa Dua dalam waktu 3 menit. Kalau kata Pak Pei, renang saja bisa sampai sebenarnya (ya jelas lah pak, njenengan certified diver-.-). Di Kelapa Dua sebenarnya kami juga tidak tahu akan mengunjungi apa. Penduduk disini kebanyakan orang Bugis dengan rumah panggungnya yang unik.

Dermaga Pulau Kelapa
  
Rumah Bugis

Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN I Pulau Kelapa
 Menurut Pak Yo ada track mangrove di pulau ini dan tempatnya instagramable. Seorang bapak yang baik hati mengantarkan kami ke dekat Balai. Jadi di Kelapa Dua ini ada Balai milik TNL juga tetapi STPN I Pulau Kelapa. Bangunan balainya dibuat semi rumah panggung, ala Bugis. Ada penangkaran penyunya pula. Yang jelas, lokasi Balai sama-sama dekat dengan pemakaman seperti di Harapan. Track mangrove berada di samping Balai. Kami menyusuri jembatan papan kayu yang panjangnya hanya sekitar 200 meter. Di ujung track ada bangunan gazebo yang dicat warna-warni sehingga lebih mirip dengan warung burjo. Well, this place isn’t that much instagramable you’re lying to us, Pak Yo=_= Aku sempat kaget melihat ikan banyak sekali yang berkumpul di bawah warung burjo itu, mereka semua gerombolan ikan yang diam seperti sedang parkir. Karena panas dang abut ternyata, kami memutuskan kembali ke Harapan. Kapal yang langsung ke Harapan biayanya Rp5.000, lebih baik lah daripada kami mutar-mutar Kelapa lagi seperti tadi saat kami mencari dermaga Kongsi.

Ini warung burjonya, yang jaga si Ayu
Mini track mangrove, Naila in frame
  Sampai di Harapan kurang sore sehingga taman dermaga belum ramai, belum ada yang jual gorengan. Akhirnya kami hanya membeli es degan a.k.a es kopyor. Sampai Balai ternyata Bang Gogo sudah ada di atas pohon sukun. Alhamdulillah logistik pangan kami menipis dan kami dapat sukun yang bisa digoreng hw3h3h3. Malamnya kami mulai begadang mengerjakan laporan sambil mendengarkan Bang Gogo and friends manggung sampai larut malam. (well literally mereka nyanyi-nyanyi kaya anak cowok biasa malem-malem tapi lagu-lagunya religi gengs, bayangin sendiri ya).

Jumat, 29 Desember 2017
Aku semakin merasa bahwa tanggal kepulangan kami makin dekat. Saat aku sudah mulai nyaman, biasanya itu adalah saatnya untuk pergi. Hari ini adalah hari resmi berakhirnya magang kami.
Pagi itu mendung, untuk pertama kalinya selama aku disini. Rutinitas kami di Balai sudah selesai jadi kami duduk-duduk di gazebo Taman Biota, menunggu siapa lagi kalau bukan si Papa Penyu. Tak lama hujan turun, deras. Gazebo bocor di beberapa titik membuat kami akhirnya kembali ke Balai, toh kalau hujan-hujan seperti ini Bang Gogo pasti tidak datang.

Hujan pertama di Pulau Harapan. Sebuah kemageran yang haqiqi.
Kami belum masak sarapan sehingga yang ada kami mager dan kelaparan. Aku dan Sekar memutuskan untuk membuat mi instan. Tenang, ini baru kali kedua kami makan mi instan kok disini. Saat mi instan sudah siap, kami makan di tempat duduk depan TV, bersantuy. Teman-teman yang lain kemudian turun dan ikut menyeruput mi instan kami. Tak lama ada ibu-ibu penjual snack yang tiap pagi lewat di samping Balai. Akhirnya kami beli beberapa snack untuk mengganjal perut kami hingga entah kapan kami akan masak makanan. Rani yang tidak kuat kelaparan karena sejak kemarin sore kami tidak makan nasi, mencoba memasak sup. Di tengah-tengah memasak, gasnya habis. Air galon juga habis. Ya sudah lah kami para srikandi mengeluarkan gerobak Balai untuk mengangkut membeli galon dan gas. Well, dari beberapa kali kami beli galon disini, tidak ada yang mau mengantar ke Balai.
Hujan reda sekitar pukul 10 pagi dan Bang Gogo sudah tampak sibuk di Taman Biota. Kami segera menghampirinya dan melakukan rutinitas seperti biasanya. Selesai di Taman Biota, kami kembali ke mess dan mengerjakan laporan. Aku benar-benar mager untuk mengerjakan laporan hingga ternyata waktu sudah menunjukkan sholat Ashar. Aku lalu turun menghadap laptop di meja kantor. Tak lama yang lain sibuk di dapur menggoreng sukun dan begitu matang ditaruh di samping laptopku. Waduh sudah mirip ibu penguasa Balai tinggal di snap masuk insta story. Malam itu kami begadang hingga dini hari. Alhamdulillah sudah kelar. 

Sabtu, 30 Desember 2017
Hari terakhir kami berkegiatan. Rencananya kami akan bersih-bersih balai. Rutinitas pagi di Taman Biota sambil berpamitan dengan para penyu karena esok pagi kami tidak akan berisik lagi di taman sambil memberi makan. Sedih. Aku menyempatkan diri mancing tapi tidak dapat heu. Umpan mancing disini pakai nasi. Saat aku ingin melempar umpan, kailnya malah menyangkut di jilbabku. Ibu jariku juga tertusuk kail yang membuatnya bengkak malamnya. Bang Gogo juga tidak mau membantuku mancing. Sebel.

Bang Gogo tampak stress saat diajak selfie sambil dalam hati, "Untung ni bocah besok pagi balik."
Saat kami kembali ke Balai, air di tandon habis dan ternyata listriknya juga sekarat. Jadilah kami tidak bisa bergerak dan malah tidur-tiduran. Pak Pei tidak bisa dihubungi. Karena jengah harus menunggu lama, aku menghubungi bulekku dan minta dikirimi pulsa token listrik dari Bantul. Aku pun mengisi kode dan ngingggggg mesin menyala. Tandon akan terisi cukup lama dan aku melihat Taman Biota cukup ramai, maka aku kesana. Akhirnya aku malah berbincang banyak dengan Buk Mun dan Bang Gogo sambil menunggu air. Orang Pulau Harapan memang oke banget kalau diajak ngobrol, ada saja yang bisa diomongkan. Topik yang paling oke adalah tentang tipe-tipe mahasiswa yang magang maupun penelitian di Balai. Wah kalau aku boleh merasa, mungkin kualitas kami di depan Buk Mun hanya dapat C lah heuheu.

Si Putri Tidur menunggu listrik nyala
Air sudah bisa mengalir ke tempat cuci piring dan obrolan kami berakhir. Aku meminta tolong Bang Gogo mengecek printer kantor untuk print proposal kami sebagai tiket pulang. Setelah di coba, well, some problem was up on the printer dan harus menunggu Pak Pei yang masih belum bisa dihubungi. Teman-teman mulai turun dari khayangan sehingga kami mulai bekerja membersihkan Balai yang esok akan kami tinggalkan. Hue sedih. Pak Sapei akhirnya datang sekitar jam 13.00.
Agenda bersih-bersih sudah selesai. Sehabis Ashar kami pergi untuk beli oleh-oleh sekalian jalan-jalan sore yang terakhir di Pulau Harapan. Kami mengunjungi beberapa tempat yang menjual merchandise Pulau Harapan tetapi kebanyakan kualitasnya tidak verified jadi desainnya kurang bagus. Aku lebih memilih memberi kerupuk ikan lemuru yang dibuat oleh penduduk pulau. Sore itu juga kami melakukan rutinitas sore jajan terakhir di taman terpadu dermaga. Akhirnya bertemu dengan pak gorengan Ngawi yang ternyata hanya jualan gorengan saat weekend dan hari lainnya berjualan es krim. Area taman terpadu dermaga ditutup untuk motor karena akan ada perayaan tahun baru. Portal tutupnya dijaga oleh Bang Sahrul. Kami sekalian pamit dan foto bersama.

Salam Lestari-nya Bang Sahrul. Ok my orange JHS training is always on point.
Sampai di Balai kami sudah ditunggu Pak Pei, ada Buk Mun juga. Rencananya kami akan berpamitan secara formal. Tak lupa Bang Gogo yang harus dijemput di rumahnya. Lengkap sudah ada Pak Pei, Buk Mun, dan Bang Gogo, orang-orang yang mengisi hari-hari magang kami. Kami mengucapkan banyak terimakasih, a lot of thanks, atas semuanya yang telah diberikan pada kami. Pengalaman, perhatian, kesabaran, dan banyak pelajaran berharga yang lain. Kami menyerahkan plakat dan foto bersama. Siapa yang jadi artis yang diajak foto satu persatu? Jelas bukan Pak Pei, artisnya si Bang Gogo.

Full team. Btw yang merem itu namanya Pak Kisut.

Buk Mun kami yang terhitz
CIEEE BANG GOGO CIEEEE
Foto terbaik yang berhasil  diambil bersama pak Pei. Jangan tanya siapa yang nge-take. KATANYA SIH TOUR GUIDE TAPI KOK NGEPOTO BLUR YA BANG YA ADUH ABANGNYA SIAPA SIH๐Ÿ˜ ๐Ÿ˜ 
Malam harinya kami sudah selesai packing, sudah terlalu malas juga untuk memasak jadi ingin beli makan saja. Rani memiliki ide untuk beli makan mengajak Bang Gogo supaya lebih murah (soalnya anak pulau, dan BG cerita beli cilung 5rb dapet 3 sedangkan kami 5rb sebiji doang) sehingga aku dan Rani (yang diutus untuk pergi) datang menghampiri rumahnya. Well, apakah ada pengaruhnya mengajak Bang Gogo beli ayam panggang? Oh ternyata tidak, bung. 4 potong ayam panggang itu kami tata sedemikian rupa dengan nasi panas dan lalapan, mirip liwetan, ini makan malam terakhir kami bersama. Setelah selesai, kami tidur, lebih awal dari biasanya.

Kangen๐Ÿ’”๐Ÿ’”๐Ÿ’”

Minggu, 31 Desember 2017
The day has come, the day that I had to leave.
Kami semua sudah bangun pukul 03.30, rekor bangun terpagi. Kami bergantian mandi seperti biasa dan memastikan barang-barang kami benar-benar siap. Pukul 06.00 kami sudah turun dan menaruh barang-barang diatas becak. Dermaga ada di Pulau Kelapa sehingga sekali lagi kami tidak ingin menangos membawa barang-barang kami. Kami sarapan di dermaga dengan nasi uduk seharga Rp10.000. kapal berangkat pukul 07.00. seperti biasa, aku, Rani, dan Sekar berada di bawah menjaga tas. Antimo sudah dilahap, kami siap tertidur.
Ombak cukup besar sehingga kami sempat terbangun saat ternyata kapal berhenti. Ada penumpang yang entah salah tujuan sehingga pindah menumpang kapal yang lewat. Perjalanan ke Muara Angke terbilang cepat. Pukul 10.15 kami sudah sampai di dermaga, estimasi kami pukul 11.00. oke, berarti kita akan lebih lama menggembel di Stasiun Pasar Senen.
Kami sampai di stasiun sekitar jam 12.00, setelah ada drama sebelumnya. Tinggal berempat, aku, Rani, Seka, dan Nafis. Rani pulang ke Citayam, Daulay pergi ke Tangerang dengan saudaranya, dan Ayu naik bis dari terminal Kalideres. Stasiun sangat penuh dan kami tidak boleh masuk. Kereta kami masih pukul 19.00. Rasa ingin jalan-jalan dahulu ke Kota Tua, tapi barang bawaan yang menahan kami heu. Akhirnya kami ngemper, seperti calon penumpang lain, di depan stand-stand makanan, kami sih di depan Roti O, bau enak hehe. Kami tetap berada disitu. Awal mula duduk dan sempat makan siang, lalu hujan datang begitu lebat. Atapnya ada yang bocor, kami harus berdiri selama lebih dari 1 jam, tidak bisa melakukan apa-apa selain mendekap barang bawaan kami. Hujan reda, lantai mongering, kami duduk lagi. Ya begitulah keadaan kami selama 6 jam dengan muka yang sudah tidak karuan.

YA YA YA GEMBEL STASIUN PASAR SENEN DEPAN ROTI 'O
Petugas akhirnya memperbolehkan kami check in dan kami menunggu di peron. Kondisi akhir tahun membuat penumpang membludak dan banyak kereta tambahan sehingga jadwal agak kacau. Senja Utama Yogya datang juga. Kami masuk dan duduk. Alhamdulillah, pulang.

Senin, 1 Januari 2017
Semuanya sudah sampai, di rumah masing-masing, atau sudah bersama keluarga masing-masing. Tak lupa aku mengabari orang pulau, kami sudah sampai Yogya.
Supermoon di 1 Januari

Terima kasih untuk squad 7 srikandi yang super strong!

Ayu Anggraini, si istri Kapolsek Sektor Kepulauan Seribu Utara, si tukang tidur.  Ayu saking cantiknya sampe digatheli sama pak kapolsek yang asli wong mBantul HAHAHAH. Lucu geli jijik gimana gitu ceritanya mwahahaha. Tapi yang paling teringat dari Ayu adalah kebonya yang tidak ketulungan, selo dikit, bablas tidur. Ayu tiap malam pasti telpon-telponan sama si speedometer (HAHAH SPEEDOMETER). Makasih Ayu telah menggerakkan kami lagi dari awal dengan yang paling greget kontak-an sama Balai hingga ngurus proposal modal ngerecokin kating๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜

Fazarani Hasna Lukitaningtyas, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, si tukang foto-foto, yang niat sebenarnya jalan-jalan bukan magang. Ya bukan Rani namanya kalau tidak suka foto-foto yekan. Rani seneng masak, sehabis magang katanya dia siap nikah. Dia paling tidak bisa tidur siang dan malemnya tidur paling malam. Pernah di suatu malam aku dan Rani ngobrol banyak hal sampai hampir jam 1 dini hari HAHA. Yang paling nyebelin adalah saat Rani sambat bawaanya berat padahal aslinya b aja hih. Makasih Rani sudah mempunyai ide magang di Kepulauan Seribu dan mengajakku WQWQWQ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜† Makasih buat tante Endang juga yang sudah jadi sponsor buat magang ini wqwq๐Ÿ˜‡๐Ÿ˜‡

Naila Husnayain, si ibu pimpinan DKP Provinsi DKI Jakarta, si ukhti yang terjujur WQWQ. Uchak paling tertib, di semua hal. Tertib bangun, tertib tidur, tertib makan, tertib masak, juga tertib untuk tyda makan indomie lebih dari sekali. Uchak bawaannya juga sudah paling lengkap, masa minyak but-but aja dia bawa dan untungnya berguna. Aku sama Uchak pernah jatuh saat mencoba mengganti galon, oh sebenarnya itu kami yang goblok karena tidak tau how to refill galon yang baik dan benar (setelah ngeliat bang Gogo melakukannya dengan tanpa muntahan dan drama). Uchak sekali nyeletuk dan ekspresif, jelas itu sebenarnya adalah apa yang sejujurnya kami rasakan disini, saat Daulay mulai marmos misalnya. Makasih Uchak sudah mengurus dan mengedit segala macam surat, proposal, dan laporan, makasih sudah jadi ukhti strong walaupun kalo mau pakai tas harus minta tolong dulu wqwqwq๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ๐Ÿ˜Œ

Dika Resi Sekar Kusumajati, si istri kapten kapal (kapten siapa aja boleh), si terwacana ngerjain laporan magang 2017. Sekar mempunyai banyak hal yang sama denganku, termasuk alur pikiran kami. Sekar hampir sama kebonya kayak Ayu, nomor 2 lah pokoknya, sekali nempel kasur atau yang empuk-empuk langsung bablas. Paling tertib makan. Partner setia rutinitas sore di taman terpadu dermaga. Bapaknya perhatian banget coba sama barang bawaan dia hft. Bocah ini awalnya bikin marmos masalah tiket karena dia slow resp hhhhh dasyar. Dia pernah bilang juga tidak tau bisa jadi ikut magang atau tidak karena masnya yang mau nikah. Hilih akhirnya ikut juga lau. Makasih Sekar sudah paling gemati soal barang bawaan, makasih sudah mengerti seorang Puspa Almas Rahina๐Ÿ˜š๐Ÿ˜š

Nafis Endiana Ramadhanti, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu SPTN II Pulau Harapan, si mawut, si puacitan. Nafis bisa dibilang paling ngelihan (kelaparan). Tiap pagi dia pasti bikinkan yang hangat-hangat untuk kami (tinggal request mau apa). Nafis orangnya manut jadi no ribet ribet club. Yang paling ternotice adalah kalau Nafis udah bicara dan logat Pacitannya keluar WQWQ. Sebenarnya Nafis sudah cocok menjadi penduduk Pulau Harapan tapi nampaknya dia tidak kecantol dengan siapapun di pulau-.- Makasih Nafis, aku rindu susu kental manis hangat cokelat tiap pagi #ea๐Ÿ˜™๐Ÿ˜™

Rizka Sri Wahyuni Daulay, si istri juragan gorengan Pulau Harapan, TERMARMOS 2017. Sumpah dari awal aku tidak menyangka dia bisa ikut kelompok magang ini. Masalahnya diantara kami, tidak ada yang dekat dengan si Daulay. Usut punya usut, itu gara-gara Daulay menguping pembicaraan Ayu yang mengajak magang orang lain. Tidak ada kata lain yang mendefinisikan Daulay kecuali kata MARMOS alias MARAI EMOSI atau dalam bahasa Indonesia adalah BIKIN EMOSI. Entah itu karena dia tidak nyambung dengan pembicaraan, atau kadang dia lemot. Pokoknya hhhhhhhhh. Tapi Daulay jadi bestfriend yang baik kalau mau cuci baju malam-malam, walau dia pernah meninggalkanku di area jemuran yang sampingnya sudah ada makam. Aslinya baik sih, tapi marmos. Saking marmosnya, aku mau kenal sama Daulay di Pulau Harapan aja. Di perikanan? Anggap saja kita tidak kenal WUAHAHAHAHA. Canda deng, tapi tetep marmos #2. Makasih Daulay, sudah mengajarkan KESABARAN untukku dan teman-teman yang lain๐Ÿ˜—๐Ÿ˜—

Terimakasih juga untuk squad Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu Pusat dan SPTN II Pulau Harapan!

Ibu Evi yang telah memberi kami kesempatan untuk “liburan” di Balainya. Pak Budoyo yang really helpful dan super-super baiknya, memberi kami saran ini itu. Tapi super juga recehnya *candaan Pasar Senen. Pak Sapei atau yang di pulau lebih hitz dengan sebutan bang Pay yang telah menjadi bapak asuh kami selama di Pulau Harapan dan mau direpotkan karena harus mengantar kesana kesini. Pak Pei lebih banyak no expression, kalau ketawa sama kita suka tertahan mirip tidak ikhlas gitu huehue. Mungkin Pak Pei pusing dan syok juga menghadapi kami bertujuh yang super unik binti berisik wa alay. Kapten Hasbullah a.k.a Aas yang termbois yang sudah dengan certified dan verified mengemudi kapal menerjang ganasnya ombak bulan Desember mengantarkan kami tour keliling pulau a.k.a patroli. Bang Sahrul yang sudah menawarkan banyak bantuan selama di pulau. Lelaki yang ternyata sudah beristri membuat Daulay patah hati HAHAHA. Pak Syahroni sang aktivis yang walaupun sudah sepuh tetap certified and verified dengan waton nyeblung ke laut hanya dengan masker. Buk Munajah, known as Buk Mun, yang telah menjadi ibu asuh juga selama di Balai. Ibu terhitz se-Pulau Harapan-Pulau Kelapa yang kalau sudah ngobrol sama beliau bisa sampai kemana saja dengan pergossipan yang cukup update seantero Kepulauan Seribu. Dan yang terakhir yang paling sering kami ganggu hidupnya selama kami di pulau, our dearest Bang Ghazali better called Bang Gogo, si Papa Penyu, gondes kami yang sholeh, masih muda ternyata bahkan lebih muda dari Rani HAHAHA. Dari awal diamnya bang Gogo menjadi target untuk digatheli dan ternyata mission completed. Untung bang Gogo orangnya baik dan syabar menghadapi kami yang tiap pagi mengerecoki hidupnya dengan para penyu (atau mungkin juga terpaksa sambil dalam hati, “Sabar, Go, lu kudu sabar, mereka-mereka ini cuma seminggu disini.”). Bang Gogo tampaknya kurang melancong sehingga kurang mengerti beberapa kosakata gaul yang baru. Tapi dia lebih certified dan verified mengenai hal dibawah air daripada kami. Ingat ya Abang masih punya janji mengantar kami keliling naik kapal sehabis sholat Jumat (btw aku syok tau dia juga bisa kemudi kapal WQWQ).

And the story ends here guyssssss! But the memories aren’t :p

Teruntuk kalian yang mau membaca sampai akhir, or at least scroll sampai akhir, cerita harian kami selama magang, here’s some of our writing and posters!
e.       Manfaat lamun

Ingin lihat laporan magang kami? Atau proposal magangnya? Boleh banget! Kindly contact us at puspaalmas@gmail.com

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku masih di posisi yang sama, kiri depan, mengantuk menunduk di pelampungku. Aku melihat lautan, luas, rata, dan biru. Manusia jelas bukan apa-apa dibandingkan dengan kuasa Tuhan-Nya. Aku hampir menitik saat aku menyadari, Allah tidak pernah salah. Allah tidak pernah salah menempatkanku di sini, mempelajari ilmu-Nya yang ini. Maafkan aku, ya Allah, terkadang aku masih kurang bersyukur atas nikmat-Mu. Terima kasih yaAllah sudah membawaku kesini, melihat ciptaan-Mu yang begitu mengagumkan, semoga yang aku lakukan kedepan dapat memberi manfaat bagi semuanya.

Yogyakarta,
Dalam malam-malam yang gabut dan sering masih susah move on,
Penuh cinta,

Puspa Almas Rahina

No comments:

Post a Comment